Opini : Rasmin Jaya, Ketua DPC GMNI Kendari
Kualitas otak ditentukan kuantitas pengetahuan.
Diskusi adalah instrumen meningkatkan kualitas otak. Karna, diskusi menginterpretasi kuantitas pengetahuan. Konsolidasi massa bagian dari strategi dan taktik. Diskusi adalah bentuk konsilidasi massa. Jadi, diskusi bagian dari strategi dan taktik.
Bila proses literasi dan bacaan fenomena sosial adalah bentuk Nutrisi. Nutrisi dapat membentuk kualitas otak. Literasi dan bacaan fenomena sosial adalah bentuk Nutrisi. Maka, Literasi dan bacaan fenomena sosial membentuk kualitas otak.
Mengurangi literasi dan bacaan fenomena sosial adalah bentuk kekurangan Gizi dari otak. Maka, konsekuensinya terjadi kelumpuhan pada otak, bentuknya gagal paham.
Di era digital 5.0 ini yang semakin canggih dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seakan mengalir begitu deras dan bisa mengubah sendi-sendi kehidupan di berbagai lini sektor apa lagi di bidang pendidikan.
Hal demikian bisa menjadi peluang dan tantangan baru dalam kehidupan sehari-hari masyarakat apa lagi jika tidak di manfaatkan sebaik mungkin media dan informasi yang kita dapatkan. Ini akan menjadi petaka tersendiri sebab isu hoax, bullying dan sara seakan menjadi konsumsi publik.
Masalah tersebut patut kita waspadai, perlu adanya filterisasi dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi untuk menetralisir hal yang tidak kita inginkan. Namun di sisi lain bisa menjadi peluang juga untuk meningkatkan kualitas masyarakat dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan dan informasi. saya yakin, gerakan literasi bisa terus bertambah dan bisa terus meningkat maju. dengan gerakan-gerakan kecil yang dilakukan ini, semoga bisa menjadi riak yang terus bersambut.
Juga bisa menjadi semangat bagi gerakan literasi, untuk membentuk karakter bangsa yang kuat dan sejahtera. seluruh lapisan masyarakat memang harus ikut dan berpartisipasi dalam gerakan literasi. dengan begitu, semoga bisa membuat gerak literasi semakin besar sehingga secara tidak langsung juga berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pelatihan membaca, diskusi, aksi dan menulis menjadi hal penting apalagi, di era keterbukaan informasi seperti saat ini dimana kecakapan literasi masyarakat menjadi benteng dari penyebaran-penyebaran informasi yang tidak benar.
Di Indonesia sendiri di lansir dalam Human Development index (HDI) bahwa indonesia masih jauh berada pada peringkat ke 112 dari 175 negara yang di survei dalam kegiatan budaya baca. Ini menjadi gambaran betapa kualitas dan standar hidup bangsa indonesia masih kurang tersentuh oleh pendidikan dan gencarnya arus modernisasi, globalisasi. sehingga sangat mempengaruhi dari pada generasi itu sendiri.
Para pemulung dan penekun ilmu pengetahuan dituntut agar konsisten dan komitmen dalam berjuang untuk mempertahankan, memelihara dan mengaktualisasikan ilmu dan pengetahuan di tengah gempuran dari arus budaya populer dan globalisasi yang hari ini mereduksi dan membuat hal-hal penting yang mendasar cepat di lupakan. agar tidak cepat dilupakan perlukan pustaka buku, menulis dan budaya membaca.
Hal ini juga tidak sedikit kita temukan adanya kapitalisme pendidikan terjadi di dalam kampus yang di mainkan oleh beberapa tenaga pengajar yang hanya mencari keuntungan. Sehingga dengan kejadian tersebut dapat merangsang nalar berpikir untuk tetap kritis terhadap hal-hal yang menyimpang yang itu tidak sesuai dengan tujuan dari pada pendidikan itu sendiri. perlu adanya respon dengan berbagai teori untuk menganalisis permainan liberalisme dan kapitalisme pendidikan tersebut.
Hal inilah menjadi penting di tengah kemerosotan bangsa yang di landa berbagai masalah, seharusnya budaya baca juga jangan sampai tergilas oleh arus budaya modernisasi sebab khasiat dari pada membaca buku sangat banyak sekali manfaatnya untuk memperdalam ilmu dan pengetahuan kita.
Setidak tidaknya itu adalah bekal dan warisan kepada generasi dari pendahulu kita yang menorehkan ide dan gagasannya dalam sebuah tulisan yang melampaui zaman pemikirannya.
Namun, meski demikian kita pernah mendapatkan suatu masa zaman keemasan dan pencerahan kepada para intelektual an pemikir tokoh-tokoh terpelajar yang sangat tekun, terbuka dengan kondisi dan keadaan realitas pada masa itu yang sangat mencekam dan sangat tidak manusiawi memperlakukan manusia itu sendiri.
Di samping itu juga, tokoh pejuang dan pemikir bangsa indonesia tak pernah meninggalkan catatan-catatan kaki yang sangat penting dalam lembar sejarah untuk regenerasi hari ini. Menjadi pertanyaan besar perjuangan dan pengorbanan apa yang telah kita lakukan untuk memberikan dedikasi dan melanjutkan dari pada cita-cita, harapan mereka yang telah lama di nanti-nantikan menuju tatanan masyarakat yang adil dan beradab jika menyentuh dan membaca pikiran-pikiran mereka kita masih anti.
Harus akui sadar tidak sadar dan mau tidak mau bahwa mereka adalah orang yang sangat kompeten di berbagai bidang dan segala aspek ilmu pengetahuan sampai pada zaman modernisasi ini.
Pada kenyataanya bahwa hal itu terjadi karena kita giat merawat peradaban dan bergumul dengan buku-buku sebagai pustaka, labolatorium dan jendela dunia kemajuan sebuah bangsa. Inilah realitasnya bahwa buku sala satu penanda majunya peradaban islam, barat dan peradaban negara-negara lain.
Tak hanya itu, jika saja kehidupan saat ini terjadi pada saat kisah dan peristiwa yang di mana untuk menghancurkan sebuah generasi adalah bakarlah buku-bukunya.
Sebagai orang yang cinta dan suka menggeluti buku sangat tertarik dengan ide-ide yang progresif dan revolusioner untuk suatu perubahan besar tatanan sosial dan politik kita. Upaya untuk menumbuhkan budaya baca di masyarakat khususnya kaum muda mahasiswa sebenarnya sudah berbagai sarana dan instrumen untuk mendapatkan bahan-bahan itu seperti buku, memanfaatkan teknologi sebagai sumber informasi. Jika ini terus terawat dan terpelihara dengan baik maka akan muncul kebiasaan membaca yang bisa melahirkan tradisi literasi di berbagai kalangan.
Di Indonesia sendiri di lansir dalam Human Development index (HDI) bahwa indonesia masih jauh berada pada peringkat ke 112 dari 175 negara yang di survei dalam kegiatan budaya baca. Ini menjadi gambaran betapa kualitas dan standar hidup bangsa indonesia masih kurang tersentuh oleh pendidikan dan gencarnya arus modernisasi, globalisasi. sehingga sangat mempengaruhi dari pada generasi itu sendiri.
Budaya literasi sangat terbatas sekali akibat pengaruh globalisasi yang mengalir begitu cepat di mana pemuda dan mahasiswa lebih memilih mementingkan kepentingan individualistik dari pada harus membudayakan literasi baca , diskusi dan aksi, di tambah lagi akses buku yang sangat mahal dan terbatas sehingga hal yang akan terjadi adalah kering kerontang dan peradaban pun akhirnya akan hancur.
Ini sala satu kelemahan suatu bangsa jika pemuda dan generasinya masa melakukan budaya literasi. Padahal kenikmatan membaca buku dan dampaknya itu sangat besar sekali. Setidak tidaknya ada bekal dan pegangan untuk kehidupan mendatang, Kita punya kekayaan ide, gagasan dan intelektual itu sendiri.
Bahwa literasi adalah kemampuan menulis, membaca dan beraksi. Dalam pandangan Islam surah Al Alaq 96:1 berisi seruan bagi umat Islam untuk membaca, merenungi, dan menghayati ciptaan Tuhan. Di tengah gencarnya aru modernisasi. Seorang Cendekiawan harus memiliki ilmu dengan pengetahuan itu ia bergerak dan beramal. Yang tujuannya untuk membangun peradaban dan kehidupan yang baik di dunia ini. Sebagai mana tugas manusia sebagai khalifah untuk menjaga bumi dari upaya perusakan atas ulah manusia yang zalim.
Di zaman moderenisasi mahasiswa harus memliki budaya dan candu literasi yang tinggi sebagai bekal untuk bertindak. Karena kemampuan membaca dan menulis sangat diperlukan untuk senjata membangun sikap kritis secara metodologis, progresif, transformatif dan kreatif terhadap berbagai fenomena kehidupan yang mampu menumbuhkan solusi dari berbagai problematika dan mampu menjawab tantangan zaman kedepannya.
Jika mahasiswa mengalami degradasi budaya literasi, makan akan berdampak besar terhadap bangsa ini, karena generasi hari ini adalah pemimpin masa depan bangsa.
Kita mahasiswa atau masyarakat ilmiah yang berakal harus terus berjuang dalam lelahnya belajar karena sejatinya dunia ini memang tempat lelah bukan tempat istirahat, dan jangan sampai kita hidup tanpa arah yang jelas untuk itu kita terus harus belajar demi masa depan lebih baik.
Redaksi : Roy